PENGERTIAN TELEMATIKA
Telematika berasal dari bahasa
perancis “Telematique” yang merujuk pada
bertemunya sistem jaringan
komunikasi dengan teknologi informasi. Teknologi Informasi
merujuk pada sarana prasarana,
sistem dan metode untuk perolehan, pengiriman, penerimaan,
pengolahan, penafsiran, penyimpanan,
pengorganisasian, dan penggunaan data yang
bermakna.
Para praktisi menyatakan bahwa “Telematics“
adalah singkatan dari
“Telecommunication” and
“informatics” sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing
and Communication. Istilah Telematics juga
dikenal sebagai “the new hybrid technology”
yang lahir karena perkembangan
teknologi digital. Perkembangan ini memicu perkembangan
teknologi telekomunikasi dan
informatika menjadi semakin terpadu (konvergensi). Semula
media masih belum menjadi bagian
integral dari isu konvergensi teknologi informasi
komunikasi pada saat itu.
Pakar Telematika
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) "Pakar" adalah (orang) ahli; spesialis . Telematika itu
sendiri merupakan singkatan dari Telekomunikasi dan Informatika. Telematika,
dikenal juga sebagai ICT (Information and Communications Technology) yaitu
merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan
informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa "Pakar Telematika adalah seseorang yang ahli di
bidang Teknologi Komunikasi dan Informatika".
Belakangan baru disadari bahwa
penggunaan sistem komputer dan sistem komunikasi
ternyata juga menghindarkan media
komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah Telematika
kemudian merujuk pada perkembangan
konvergensi antara telekomunikasi, media dan
informatika yang semula
masing-masing berkembang secara terpisah.
Konvergensi Telematika kemudian
dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan
teknologi digital atau “The Net”.
Dalam perkembangannya istilah “media” dalam Telematika
berkembang menjadi wacana
“multimedia”. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat,
karena istilah “multimedia” semula
hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk
mengolah informasi dalam berbagai
medium. Adalah suatu ambigus jika istilah Telematika
dipahami sebagai akronim
Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika.
SEJARAH PERKEMBANGAN TELEMATIKA DI
INDONESIA
Peristiwa proklamasi 1945 membawa
perubahan yang bagi masyarakat Indonesia, dan
sekaligus menempatkannya pada
situasi krisis jati diri. Krisis ini terjadi karena Indonesia
sebagai sebuah negara belum memiliki
perangkat sosial, hukum, dan tradisi yang mapan.
Situasi itu menjadi ‘bahan bakar’
bagi upaya-upaya pembangunan karakter bangsa di tahun
50-an dan 60-an. Di awal 70-an,
ketika kepemimpinan soeharto, orientasi pembangunan
bangsa digeser ke arah ekonomi,
sementara proses – proses yang dirintis sejak tahun 50-an
belum mencapai tingkat kematangan.
Dalam latar belakang sosial
demikianlah telekomunikasi dan informasi, mulai dari
radio, telegrap, dan telepon,
televisi, satelit telekomunikasi, hingga ke internet dan perangkat
multimedia tampil dan berkembang di
Indonesia. Perkembangan telematika penulis dibagi
menjadi 2 masa yaitu masa sebelum
atau pra satelit dan masa satelit.
a) Masa Pra-Satelit
Radio dan Telepon
Di periode pra satelit (sebelum
tahun 1976), perkembangan teknologi komunikasi di
Indonesia masih terbatas pada bidang
telepon dan radio. Radio Republik Indonesia
(RRI) lahir dengan di dorong oleh
kebutuhan yang mendesak akan adanya alat
perjuangan di masa revolusi
kemerdekaan tahun 1945, dengan menggunakan
perangkat keras seadanya. Dalam
situasi demikian ini para pendiri RRI
melangsungkan pertemuan pada tanggal
11 September 1945 untuk merumuskan jati
diri keberadaan RRI sebagai sarana
komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, dan
antara rakyat dengan rakyat.
Sedangkan telepon pada masa itu
tidak terlalu penting sehingga anggaran pemerintah
untuk membangun telekomunikasi pun
masih kecil jumlahnya. Saat itu, telepon
dikelola oleh PTT (Perusahaan
Telepon dan Telegrap) saja. Sampai pergantian rezim
dari Orla ke Orba di tahun 1965, RRI
merupakan operator tunggal siaran radio di
Indonesia. Setelah itu bermunculan
radio – radio siaran swasta. Lima tahun kemudian
muncul PP NO. 55 tahun 1970 yang
mengatur tentang radio siaran non pemerintah.
Periode awal tahun 1960-an merupakan
masa suram bagi pertelekomunikasian
Indonesia, para ahli teknologi masih
menggeluti teknologi sederhana dan “kuno”.
Misalnya saja, PTT masih menggunakan
sentral-sentral telepon yang manual, teknik
radio High Frequency ataupun saluran
kawat terbuka (Open Were Lines). Pada masa
itu, banyak negara pemberi dana
untuk Indonesia – termasuk pendana untuk
pengembangan telekomunikasi,
menghentikan bantuannya. Hal itu karena semakin
memburuknya situasi dan kondisi
ekonomi dan politi di Indonesia.
Tercatat bahwa pada masa 1960-1967,
hanya Jerman saja yang masih bersikap setia
dan menaruh perhatian besar pada
bidang telekomunikasi Indonesia, dan
menyediakan dana walau di masa-masa
sulit sekalipun. Ketika itu pengembangan
telekomunikasi masih difokuskan pada
pengadaan sentra telepon, baik untuk
komunikasi lokal maupun jarak jauh,
dan jaringan kabel. Indonesia saat itu belum
memiliki satelit. Sentral telepon
beserta perlengkapan hubungan jarak jauh ini
diperoleh dari Jerman. Pada saat
itu, Indonesia hanya dapat membeli produk yang
sama, dari perusahaan yang sama,
yakni Perusahaan Jerman. Tidak ada pilihan lain
bagi Indonesia.
Keleluasaan barulah bisa dirasakan
setelah di tahun 1967/1968 mengalir pinjamanpinjaman ke Indonesia, baik
bilateral ataupun pinjaman multilateral dari Bank Dunia,
melalui pinjaman yang disepakati
IGGI. Akan tetapi, pada masa inipun inovasi dalam
pemfungsian teknologi telekomunikasi
masih belum berkembang dengan baik di
negeri ini. Peda dasarnya kita
memberi dan memakai perlengkapan seperti switches,
cables, carries yang sudah lazim
kita pakai sebelumnya.
Televisi
Badan penyiaran televisi lahir tahun
1962 sebelum adanya satelit yang semula
hanya dimaksudkan sebagai
perlengkapan bagi penyelenggara Asian Games IV di
Jakarta. Siaran percobaan pertama
kali terjadi pada 17 Agustus 1962 yang menyiarkan
upacara peringatan kemerdekaan RI
dari Istana Merdeka melalui microwave. Dan
pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI
bisa menyiarkan upacara pembukaan Asian
Games, dan tanggal itu dinyatakan
sebagai hari jadi TVRI.
Terdorong oleh inovasi, akhirnya
pada tanggal 14 November 1962 untuk pertama
kalinya TVRI memberanikan diri
melakukan siaran langsung dari studio yang
berukuran 9x11 meter dan tanpa
akustik yang memadai. Acaranya terbatas, hanya
berupa permainan piano tunggal oleh
B.J. Supriadi dengan pengaruh acara Alex Leo.
Lebih setahun setelah siaran
pertama, barulah keberadaan TVRI dijelaskan dengan
pembentukan Yayasan TVRI melalui
Keppres No. 215/1963 tertanggal 20 oktober
1963. Antara lain disebutkan bahwa
TVRI menjadi alat hubungan masyarakat (mass
communication media) dalam
pembangunan mental/spiritual dan fisik daripada
Bangsa dan Negara Indonesia serta
pembentukan manusia sosialis Indonesia pada
khususnya.
Sampai tahun 1989, TVRI merupakan
operator tunggal di bidang penyiaran televise.
Jadi sebelum satelit palapa mengorbit,
Indonesia hanya mengenal telekomunikasi
yang bersifat terestrial, yakni yang
jangkauannya masih dibatasi oleh lautan.
Telekomunikasi seperti ini tidak
bisa menjangkau pulau-pulau kecuali melalui
penggunaan SKKL (Saluran Komunikasi
Kabel Laut) yang mahal dan sulit
dipergunakan.
b) Masa Satelit
Satelit Domestik Palapa
Gagasan tentang peluncuran satelit
bagi telekomunikasi domestik di Indonesia bisa
ditelusuri asal muasalnya dari
sebuah konferensi di Janewa tahun 1971 yang disebut
WARCST (World Administrative Radio
Confrence on Space Telecomunication).
Pada konferensi itu di tampilkan
pila pameran dari perusahaan raksasa pesawat
terbang Hughes. Perusahaan inilah
yang mengusulkan ide pemanfaatan satelit bagi
kepentingan domestik Indonesia. Hal
tersebut disambut oleh Suhardjono yang berlatar
belakang militer dan membawa masalah
satelit itu sampai ke Presiden RI.
Selain pertimbangan kelayakan
ekonomi dan teknis, sejarah peluncuran satelit ini juga
diwarnai oleh kepentingan politik
dimana hubungan antara Indonesia dengan negaranegara lain sudah mulai
bersahabat. Di sisi lain, satelit memungkinkan penyebaran
luas ideologi negara ke masyarakat
luas melalui TV, satelit juga menguntungkan
secara ekonomi.
Komunikasi tentang cara-cara
menggali sumber daya alam dapat berlangsung dengan
mudah. Ini berlaku untuk kasus
tembaga pura (Freeport) dan di Dili. Peluncuran
satelit Palapa di Cape Canaveral,
Florida, bulan Agustus 1976 pada panel peluncuran
terdapat 3 orang Indonesia dan
perwakilan dari perusahaan NASA dan Hughes.
Kejadian ini diresmikan juga melalui
pidato kenegaraan oleh presiden Soeharto di
Jakarta, tanggal 16 Agustus 1976.
ini merupakan satu- satunya proyek teknologi yang
mendapat tempat terhormat di gedung
Parlemen. Namun peluncuran satelit itu
merupakan kebijakan nasional yang
gagasan awalnya dicetuskan oleh pemerintah.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa Indonesia pernah mengalami ancaman
perpecahan. Untuk mempersatukan
tanah air yang sangat luas ini diperlukan sarana
perhubungan yang mencakup seluruh
wilayah nusantara. Proses kelahiran satelit ini
hanya melibatkan sedikit teknokrat
dan teknolog yang berpihak pada kepentingan
Orba.
Dampak Setelah Adanya Satelit Palapa
Dengan semakin bergantungnya
Indonesia pada teknologi satelit, muncullah sejumlah
perusahaan yang bergerak dalam
produksi perlengkapan terkait, seperti RFC (milik
Iskandar Alisjahbana), LEN (milik
Kayatmo), PT. INTI. Setelah periode itu, aspek
bisnis di dunia telekomunikasi
mencuat. Inovasi lebih banyak terjadi pada penyediaan
layanan, sementara pengembangan
teknologi untuk komponen berkurang.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di
tahun 1988 membuat kebutuhan telekomunikasi
melonjak secara drastis. Untuk
memenuhi kebutuhan telepon yang melonjak, disadari
pemerintah perlunya perubahan
regulasi, yang kemudian membuahkan UU no. 3
tahun 1989 tentang pengertian
telekomunikasi yang diperluas hingga mencakup alat
pengiriman data seperti facsimile
dan telex, dan lain-lainnya.
Sebelum lahirnya UU ini, Telkom dan
Indosat disebut sebagai badan penyelenggara
telekomunikasi yang menyediakan
seluruh jejaring dan layanan jasa. Dampak positif
dari berlakunya UU tersebut adalah
mulai masuknya pihak-pihak swasta dengan
modal yang besar, walaupun dalam
skala usaha yang terbatas.
Mereka datang dengan membawa
teknologi baru, tenaga ahli, manajemen yang baru.
Ini semua kemudian menciptakan iklim
usaha yang baru dalam penyelenggaraan
telekomunikasi di Indonesia. Dengan
terlibatnya pihak asing dalam pengadaan dana,
teknologi dan menejemen,
perkembangan teknologi telekomunikasi berkembang
dengan pesat. Hal ini terjadi
sekitar tahun 1990-an dan dampaknya terlihat mulai
tahun 1991 khususnya terlihat jelas
bahwa jangkauan telekomunikasi di Indonesia
menjadi bertambah luas.
Perkembangan teknologipun berkembang
pesat, mulai dari pesawat telepon manual ke
otomatis, dan dari analog menjadi
digital. Pada gilirannya perkembangan ini menuntut
adanya pengaturan infrastruktur dan
standarisasi peralatan. Tak lama kemudian
masuklah teknologi
mobile-telecommunication.
Berkembanglah pemakaian handphone
yang bardampak tumbuhnya usaha-usaha yang
tidak hanya menyediakan layanan atau
jejaring saja, melainkan juga membangun
pabrik-pabrik dalam upaya pemenuhan
kebutuhan akan kabel. Menarik untuk dicatat
bahwa di era serbuan bisnis
telekomunikasi itu, ternyata kaidah dan aturan bisnis
professional tidak sepenuhnya
diikuti.
Sementara itu faktor politik
tampaknya justru mengambil peranan penting. Kala itu
terjadi campur tangan bisnis dari
“Keluarga Cendana” yang mengambil peranan
sebagai mitra bisnis PT Telkom dan
Indosat yang kemudian diikuti oleh krono-kroni
mereka seperti Liem Sio Liong
melalui “Sinar Mas”- nya dan lain-lain. Di era emas
telekomunikasi itu, tumbuh dorongan
kuat agar Bank Indonesia membuka pintunya
lebar-lebar bagi pihak swasta asing.
Bahkan mereka menginginkan adanya
privatisasi Telkom dan Indosat dalam
penyelenggaraannya. Dampak dari
dorongan ini mencuatnya pandangan bahwa
regulasi yang ada sudah tidak
memadai lagi. Di sekitar tahun 1996, mulailah disusun
rencana untuk meninjau kembali UU
No. 3 tahun 1989.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam
review ini adalah :
1. Perkembangan teknologi tahun
1995-1996 itu berbeda sekali dengan di tahun
1990. ini terutama terjadi akibat
konvergensi teknologi, sebagai fungsi dari
berbagai jenis jasa berubah dan
timbul jasa-jasa baru yang perlu
diakomodasikan. Konvergensi
teknologi bahkan memungkinkan teknologi
dipadu dengan broadcasting, sehingga
timbullah telematika, teleinformatika,
teknologi informasi dan lain-lain
yang menuntut kebijakan dan peraturan yang
baru.
2. Perkembangan teknologi informasi
dan broadcasting itu ternyata tidak hanya
berpengaruh pada masalah politik,
dalam artian berita, tetapi juga iklan yang
sangat berpengaruh dalam dunia
bisnis. Lebih jauh lagi dengan
berkembangannya telebanking,
telekumunikasi sebelumnya dilihat hanya
sebagai public utility, kini berubah
menjad bisnis opportunity.
3. Globalisasi ekonomi menciptakan
suasana kompetisi yang semakin ketat. Ini
menuntut penyelenggaraan
telekomunikasi dengan kualitas layanan yang
semakin tinggi. Setelah satelit
Palapa mengorbit, jangkauan telekomunikasi
Indonesia bisa meliputi seluruh
nusantara, dan bahkan ke luar wilayah
nusantara. Satelit telekomunikas itu
kemudian bisa dimanfaatkan bukan untuk
telepon tetapi juga untuk berbagai
macam keperluan lain seperti, pengiriman
facsimile, telex, dan pengiriman
berbagai informasi dalam bentuk lain
termasuk broadcasting. Setelah
perkembangan itu semua terwujud, masyarakat
melihat pentingnya peranan
telekomunikasi bagi kehidupan suatu bangsa.
NUSANTARA 21
Perkembangan satelit dipacu lebih
lanjut dengan diresmikannya “Nusantara 21” (N21)
oleh presiden RI pada tanggal 27
Desember 1996. Menggelindingnya N21 menjadi
masukan utama untuk pembentukan Tim
koordinasi Telematika Indonesia (TKTI)
melalui Kepres No. 30 tahun 1997.
Tugas TKTI menurut Inpres No.6 tahun 2001
tentang pengembangan dan
Pendayagunaan Telematika di Indonesia adalah :
1. Mengkoordinasikan perencanaan dan
memelopori program aksi dan inisiatif
untuk meningkatkan perkembangan dan
pendayagunaan teknologi telematika
Indonesia serta memfasilitasi dan
memantau pelaksanaannya,
2. Memperkuat kemampuan menggalang
sumber daya yang ada di Indonesia
guna mendukung keberhasilan
pelaksanaan semua arah pengembangan dan
pendayagunaan teknologi telematika,
melaksanakan forum untuk membangun
consensus antar pihak-pihak terkait
di sector pemerintah dan swasta, serta
akses mengakses pengalaman
internasional dalam mengembangkan sistem
infrastruktur infomasi nasional.
Tim ini diketuai oleh Menko Produksi
Industri Strategis (Ginanjar Kartasasmita),
wakil ketua Menparpostel,
beranggotakan tujuh menteri departemen (Menkeu,
Menhankam, Menpen, Mendagri,
Menperindag, Menaker, dan Mendikbud) serta lima
menteri negara (Mensesneg,
Menristek, MenPAN, Menivest, Men-PPN).
Visi N21 adalah menyediakan wahana
berbasis teknologi telekomunikasi dan
informatika nasional di dalam proses
transformasi bangsa Indonesia dari masyarakat
tradisional (traditional society)
menjadi sebuah masyarakat yang berwawasan IPTEK
dan berbasis pengetahuan (knowledge
based society).
Konsep N21 merupakan jawaban atas
tantangan globalisasi komunikasi dan informasi
berupa jaringan komunikasi terpadu.
N21 menggunakan kerangka pendekatan, antara
lain, (a) Memanfaatkan semua
teknologi yang dapat mendukung pembangunan di
semua sektor; dan (b) membentuk
suatu jaringan maya informasi atau adi marga
informasi (virtual information
network atau anformation superhighway) yang
menghubungkan seluruh pelosok tanah
air.
Dengan dikembangkannya N21 maka pada
tahun 2000 atau memasuki abad 21
seluruh kecamatan di Indonesia akan
mempunyai akses ke semua teknologi
komunikasi dan computer (K-2) dalam
suatu jaringan terpadu yang didukung oleh 11
sistem satelit komunikasi. Sekarang
ini baru ada tiga sistem satelit yang beroperasi,
yaitu PSN dengan Palapa 1. telkom
dengan Palapa B4 dan B 2R, dan satelindo dengan
Palapa C 1 dan C 2. Pengembangan
infrastruktur fiik mengandung tiga kemungkinan
penggunaan, yaitu : (1) Adiguna
Marga Kepulauan (Archipelagic Super Highway),
(2) Kota Multimedia (Multimedia
Cities); dan (3) Nusantara Multimedia Community
Acces Centers ( Pusat Akses
Masyarakat Multimedia Nusantara).
Tim Koordinasi Telematika Nasional
secara paripurna merumuskan cetk biru
pengembangan telematika yang mencakup
tiga kelompok utama, yaitu infastruktur,
aplikasi, dan sumber daya.
Infrastruktur
Menurut Jonathan L.Parapak (Presiden
komisaris PT.Indosat) dalam
http://www.bogor.net, perkembangan
infrastruktur ini dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain kebijakan nasional
sector telekomunikasi, regulasi sector, kondisi ekonomi
makro, kemampuan para pelaku
nasional. Pada tatanan kebijakan patut dicatat
beberapa kemajuan yang sangat
penting, antara lain diundangkannya UU tentang
Telekomunikasi no. 36 tahun 1999 dan
dikeluarkannya cetak biru kebijaksanaan
tentang telekomunikasi di Indonesia
tanggal 20 Juli 1999.
Pada tatanan regulasi telah dicapai
beberapa perkembangan penting antara lain
dimungkinkannya pern swasta dan
masyarakat yang semakin tinggi dalam
pengembangan regulasi yang telah
terwujud dalam penetapan tariff dan interkoneksi
standard, dan lain-lain. Pada
tatanan penyelenggaraan kondisi monopoli dan duopoli
yang masih menghambat peran swasta
dan masyarakat lebih besar, keadaan ekonomi
yang baru tumbuh sangat mempengaruhi
daya beli masyarakat.
Dalam kondisi ini, kelihatannya
sasaran pembangunan infrastuktur baik adimarga
informasi, multimedia city akan
mengalami penundaan. Namun demikian perlu
dicatat bahwa PT.Telkom telah berupaya
membangun lingkar-lingkar adimarga
kepulauan dan infrastruktur
multimedia di Jakarta. Infrastruktur informasi telah maju
selangkah dengan beroperasinya
satelit Telkom 1.
Salah satu aspek yang penting adalah
pemanfaatan secara optimal infrastruktur yang
ada. Tampaknya perlu dikembangkan
kebijaksanaan baik pada tingkat pemerintah
maupun pada tingkat penyelenggaraan
agar investasi yang telah dilakukan dapat
termanfaatkan dengan berdaya guna
dan berhasil guna bagi berbagai komponen
masyarakat, baik pendidikan, layanan
kesehatan, pemerintahan maupun kegiatan
bisnis.
Aplikasi Telematika
Aplikasi telematika Indonesia
terfokus pada pemberdayaan aparatur negara,
pemerkayaan hidup masyarakat
(telemedik, telekarya, pendidikan), penciptaan daya
saing bisnis
(perbankan,pos,pariwisata,manfaktur), pembangunan informasi dasar dan
aplikasi telematika perlu dilihat
dari tatanan kebijakan, regulasi, dan penyelenggaraan
yang di manfaatkan masyarakat.
Dari sudut pandang kebijakan
tampaknya belum terasa perkembangan yang menonjol.
Isu kelembagaan masih banyak
diperbincangkan, UU yang terkait dengan atau
tentang telematika (cyber law) masih
jauh dari harapan. Beberapa aspek regulasi yang
mendesak, misalnya pengaturan secure
transaction, public ke infrastructure
registration authority, electronic
payment, certification authority masih belum
dilaksanakan.
Namun, perhatian pada perlindungan
hak kekayaan intelektual semakin tinggi dan
upaya untuk memantapkan regulasi
semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Di lapangan dapat dicatat
perkembangan yang menggembirakan dengan semakin
meluasnya homepage, berkembangnya
aplikasi seperti E-commerce, E-Banking, EBrokerage, dan lain-lain.
Sektor pemerintah nampaknya
berkembang lamban karena kendala keuangan dan
sumber daya manusia. Beberapa
kelompok usaha seperti PT. Telkom, Indosat, Lippo
e nett, nampaknya semakin giat untuk
mengejar ketertinggalan masyarakat kita di
bidang aplikasi. Aplikasi seperti
E-government, tele-education, telemedicine masih
dalam taraf mula yang perlu di
dorong berbagai pihak.
Sumber Daya Telematika
Dalam bidang sumber daya , diarahkan
pada pengembangan SDM, industri dalam
negeri, hukum dan perdagangan, serta
kultur informasi. Secara umum dirasakan
bahwa SDM di dalam negeri belum
memenuhi harapan untuk berperan dalam
pengembangan teknologi yang berubah
begitu cepat.
Namun demikian, cukup banyak pula
SDM Indonesia di bidang telematika yang
bekerja di luar negeri termasuk di
sentra-sentra keunggulan. Usaha berbagai pihak
khusunya sector swasta, nampaknya
cukup menggembirakan antara lain
dikembangkannya cyber campus seperti
ITB, UPH, dan lain-lain. Yang sangat
memprihatinkan adalah pengembangan
industri dalam negeri.
Walaupun berbagi konsep telah cukup
lama di bicarakan seperti Hightech Park di
Bandung, Serpong dan lain-lain
sampai saat ini belum mencapai kemajuan berarti.
Oleh karena itu perlu dikembangkan
kebijaksanaan nasional untuk mendorong
berkembangnya industri dalam negeri
di bidang telematika antara lain sistem insentif.
Dalam mempromosikan visi N21,
inisiasi perlu datang dari pemerintah. Namun secara
bertahap dan interaktif, visi ini
perlu mengakomodasi kebutuhan yang khas dari
berbagai kelompok masyarakat maupun
departemen. Untuk itu keterlibatan berbagai
kelompokmasyarakat dalam merumuskan
dan mewujudkan program-program
telematika perlu ditumbuhkembangkan
secara berangsur-angsur.
Hal ini pada gilirannya akan
membatasi peranan pemerintah, khususnya dalam hal
pengadaan dan pengelolaan kandungan
informasi. Control informasi dari pemerintah
justru dipandang sebagai faktor
penghambat bagi upaya penyejahteraan masyarakat
melalui jejaring telekomunikasi.
Contoh Penerapan Telematika yang
menajadi Trend :
1. E-goverment E-goverment
dihadirkan dengan maksud untuk administrasi pemerintahan secara elektronik.
2. E-commerce Semua
proses transaksi perdagangan dilakukan secara elektronik.
3. E-learning Pendidikan
terbuka dengan modus belajar jarah jauh (distance lesrning) dengan media
internet berbasis web atau situs.
Peran Telematika
Berdasarkan perkembangan telematika
tersebut diatas, telematika di Indonesia
memiliki tiga peran pokok, antara
lain :
1. Mengoptimalkan proses
pembangunan. Telematika memberikan dukungan
terhadap manajemen dan pelayanan
kepada masyarakat berupa sarana
telekomunikasi yang memuahkan
masyarakat saling berinteraksi tanpa
terhalang jarak. Dengan telematika,
proses komunikasi menjadi mudah
sehingga mudah pula untuk
menyebarkan informasi dari satu daerah ke daerah
lain.
2. Meningkatkan Pendapatan. Produk
dan jasa teknologi telematika merupakan
komoditas yang memberikan
peningkatan pendapatan bagi perseorangan,
dunia usaha bahkan negara dalam
bentuk devisa hasil ekspor jasa dan produk
industry telematika.
3. Pemersatu bangsa. Teknologi
telematika mampu menyatukan bangsa melalui
pengembangan sistem informasi yang
menghubungkan semua institusi dan
area dengan cepat tanpa terhalang
jarak daerah masing-masing.
Manfaat Telematika:
§
Memberikan Informasi yang terupdate
sekarang ini
§
Memudahkan dalam berbagai Informasi
dengan cepat sesuai perkembangan jaman
§
Berkomunikasi jarak jauh
§
Mendapatkan Informasi dan pembelajaran
tentang apa yang kita mau
§
Penghematan biaya dan transportasi
KESIMPULAN
Bangsa Indonesia berusaha untuk
tidak tertinggal dengan bangsa lain menyangkut
telematika. Dengan dirintis oleh
beberapa orang yang berdedikasi pada dunia akademisi,
pengenalan dunia telematika mulai
dilakukan seiring berkembangnya situasi politik dan
ekonomi. Dukungan politik pemerintah
dengan berbagai kebijakannya, lebih menggairahkan
telematika di Indonesia, dan
tentunya industri, serta pengaruh luar negeri mengambil peranan
penting disamping ketertarikan
masyarakat yang membutuhkannya.
Perkembangan telematika di Indonesia
mengalami peningkatan, sejalan dengan
inovasi teknologi yang terjadi.
Prospek ke masa depan, telematika di Indonesia memiliki
potensi yang tinggi, baik itu untuk
kemajuan bangsa, maupun pemberdayaan sumber daya
manusianya.
Referensi
http://robby.c.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/45621/sejarah-telematika.pdf
http://documents.tips/documents/01-makalah-telematika.html#
https://robyyuliardi.wordpress.com/2015/10/06/perkembangan-telematika-dalam-teknologi-informasi-pemanfaatan-serta-trend-kedepan-perkembangan-telematika/