Eksistensi
Bahasa Indonesia di Era Globalisasi
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang
dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Eksistensi bahasa Indonesia pada era globalisasi sekarang ini, perlu
dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak
terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang tidak sesuai dengan bahasa dan
budaya bangsa Indonesia. Pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus
dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri
bahasa Indonesia. Ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional,
pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang
patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai
dengan situasi dan kondisinya. Disiplin berbahasa Indonesia akan membantu
bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas
kepribadiannya sendiri. Bahasa Indonesia memegang peranan penting dalam
membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan sumber daya manusia yang
relevan dengan perkembangan zaman. Karena itu, peningkatan pendidikan bahasa
Indonesia di sekolah-sekolah perlu dilakukan melalui peningkatan kemampuan
akademik para pengajarnya. Bahasa
dan Sastra Indonesia adalah sebagai sarana pengembangan penalaran. Pembelajaran
bahasa Indonesia selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk
meningkatkan kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan.
Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana keilmuan perlu terus
dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seirama
dengan ini, peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di sekolah perlu terus
dilakukan. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia sudah
berusia ± 80 tahun. Jika dianalogikan dengan kehidupan manusia, dalam rentang
usia tersebut idealnya sudah mampu mencapai tingkat kematangan dan
kesempurnaan, sebab sudah banyak merasakan lika-liku dan pahit-getirnya
perjalanan sejarah. Untuk menggetarkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, pemerintah telah menempuh politik kebahasaan, dengan menetapkan
bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa. Namun, seiring dengan bertambahnya usia,
bahasa Indonesia justru dihadang banyak masalah. Pertanyaan bernada pesimis
justru bermunculan. Mampukah bahasa Indonesia tengah dahsyatnya arus
globalisasi? Mampukah bahasa Indonesia bersikap luwes dan terbuka dalam
mengikuti derap peradaban yang terus gencar menawarkan perubahan dan dinamika?
Masih setia dan banggakah para penuturnya dalam menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah-tengah perubahan dan dinamika
itu? Jika kita melihat kenyataan di lapangan, secara jujur harus diakui, bahasa
Indonesia belum difungsikan secara baik dan benar. Para penuturnya masih
dihinggapi sikap inferior (rendah diri) sehingga merasa lebih modern,
terhormat, dan terpelajar jika dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam
ragam lisan maupun tulis, menyelipkan setumpuk istilah asing, padahal sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, beberapa kaidah yang telah
dikodifikasi dengan susah-payah tampaknya belum banyak mendapatkan perhatian
masyarakat luas. Akibatnya bisa ditebak, pemakaian bahasa Indonesia bermutu
rendah: kalimatnya rancu dan kacau, kosakatanya payah, dan secara semantik
sulit dipahami maknanya. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan nyata dari
penuturnya (Sawali Tuhusetya, 2007).
referensi : http://www.kompasiana.com/ridhoboaz/eksistensi-bahasa-indonesia-di-era-globalisasi_5517d72081331125699de3eb