Minggu, 25 September 2016

Perkembangan Telematika di Indonesia dan Trend Telematika di Masa Depan

PENGERTIAN TELEMATIKA



Telematika berasal dari bahasa perancis “Telematique” yang merujuk pada
bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi. Teknologi Informasi
merujuk pada sarana prasarana, sistem dan metode untuk perolehan, pengiriman, penerimaan,
pengolahan, penafsiran, penyimpanan, pengorganisasian, dan penggunaan data yang
bermakna.
Para praktisi menyatakan bahwa “Telematics“ adalah singkatan dari
Telecommunication” and “informatics” sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing
and Communication. Istilah Telematics juga dikenal sebagai “the new hybrid technology”
yang lahir karena perkembangan teknologi digital. Perkembangan ini memicu perkembangan
teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu (konvergensi). Semula
media masih belum menjadi bagian integral dari isu konvergensi teknologi informasi
komunikasi pada saat itu.

Pakar Telematika
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) "Pakar" adalah (orang) ahli; spesialis . Telematika itu sendiri merupakan singkatan dari Telekomunikasi dan Informatika. Telematika, dikenal juga sebagai ICT (Information and Communications Technology) yaitu merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa "Pakar Telematika adalah seseorang yang ahli di bidang Teknologi Komunikasi dan Informatika".



Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem komputer dan sistem komunikasi
ternyata juga menghindarkan media komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah Telematika
kemudian merujuk pada perkembangan konvergensi antara telekomunikasi, media dan
informatika yang semula masing-masing berkembang secara terpisah.
Konvergensi Telematika kemudian dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan
teknologi digital atau “The Net”. Dalam perkembangannya istilah “media” dalam Telematika
berkembang menjadi wacana “multimedia”. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat,
karena istilah “multimedia” semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk
mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambigus jika istilah Telematika
dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika.


SEJARAH PERKEMBANGAN TELEMATIKA DI INDONESIA

Peristiwa proklamasi 1945 membawa perubahan yang bagi masyarakat Indonesia, dan
sekaligus menempatkannya pada situasi krisis jati diri. Krisis ini terjadi karena Indonesia
sebagai sebuah negara belum memiliki perangkat sosial, hukum, dan tradisi yang mapan.
Situasi itu menjadi ‘bahan bakar’ bagi upaya-upaya pembangunan karakter bangsa di tahun
50-an dan 60-an. Di awal 70-an, ketika kepemimpinan soeharto, orientasi pembangunan
bangsa digeser ke arah ekonomi, sementara proses – proses yang dirintis sejak tahun 50-an
belum mencapai tingkat kematangan.

Dalam latar belakang sosial demikianlah telekomunikasi dan informasi, mulai dari
radio, telegrap, dan telepon, televisi, satelit telekomunikasi, hingga ke internet dan perangkat
multimedia tampil dan berkembang di Indonesia. Perkembangan telematika penulis dibagi
menjadi 2 masa yaitu masa sebelum atau pra satelit dan masa satelit.

a) Masa Pra-Satelit
Radio dan Telepon
Di periode pra satelit (sebelum tahun 1976), perkembangan teknologi komunikasi di
Indonesia masih terbatas pada bidang telepon dan radio. Radio Republik Indonesia
(RRI) lahir dengan di dorong oleh kebutuhan yang mendesak akan adanya alat
perjuangan di masa revolusi kemerdekaan tahun 1945, dengan menggunakan
perangkat keras seadanya. Dalam situasi demikian ini para pendiri RRI
melangsungkan pertemuan pada tanggal 11 September 1945 untuk merumuskan jati
diri keberadaan RRI sebagai sarana komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, dan
antara rakyat dengan rakyat.
Sedangkan telepon pada masa itu tidak terlalu penting sehingga anggaran pemerintah
untuk membangun telekomunikasi pun masih kecil jumlahnya. Saat itu, telepon
dikelola oleh PTT (Perusahaan Telepon dan Telegrap) saja. Sampai pergantian rezim
dari Orla ke Orba di tahun 1965, RRI merupakan operator tunggal siaran radio di
Indonesia. Setelah itu bermunculan radio – radio siaran swasta. Lima tahun kemudian
muncul PP NO. 55 tahun 1970 yang mengatur tentang radio siaran non pemerintah.
Periode awal tahun 1960-an merupakan masa suram bagi pertelekomunikasian
Indonesia, para ahli teknologi masih menggeluti teknologi sederhana dan “kuno”.
Misalnya saja, PTT masih menggunakan sentral-sentral telepon yang manual, teknik
radio High Frequency ataupun saluran kawat terbuka (Open Were Lines). Pada masa
itu, banyak negara pemberi dana untuk Indonesia – termasuk pendana untuk
pengembangan telekomunikasi, menghentikan bantuannya. Hal itu karena semakin
memburuknya situasi dan kondisi ekonomi dan politi di Indonesia.
Tercatat bahwa pada masa 1960-1967, hanya Jerman saja yang masih bersikap setia
dan menaruh perhatian besar pada bidang telekomunikasi Indonesia, dan
menyediakan dana walau di masa-masa sulit sekalipun. Ketika itu pengembangan
telekomunikasi masih difokuskan pada pengadaan sentra telepon, baik untuk
komunikasi lokal maupun jarak jauh, dan jaringan kabel. Indonesia saat itu belum
memiliki satelit. Sentral telepon beserta perlengkapan hubungan jarak jauh ini
diperoleh dari Jerman. Pada saat itu, Indonesia hanya dapat membeli produk yang
sama, dari perusahaan yang sama, yakni Perusahaan Jerman. Tidak ada pilihan lain
bagi Indonesia.
Keleluasaan barulah bisa dirasakan setelah di tahun 1967/1968 mengalir pinjamanpinjaman ke Indonesia, baik bilateral ataupun pinjaman multilateral dari Bank Dunia,
melalui pinjaman yang disepakati IGGI. Akan tetapi, pada masa inipun inovasi dalam
pemfungsian teknologi telekomunikasi masih belum berkembang dengan baik di
negeri ini. Peda dasarnya kita memberi dan memakai perlengkapan seperti switches,
cables, carries yang sudah lazim kita pakai sebelumnya.

Televisi
Badan penyiaran televisi lahir tahun 1962 sebelum adanya satelit yang semula
hanya dimaksudkan sebagai perlengkapan bagi penyelenggara Asian Games IV di
Jakarta. Siaran percobaan pertama kali terjadi pada 17 Agustus 1962 yang menyiarkan
upacara peringatan kemerdekaan RI dari Istana Merdeka melalui microwave. Dan
pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI bisa menyiarkan upacara pembukaan Asian
Games, dan tanggal itu dinyatakan sebagai hari jadi TVRI.
Terdorong oleh inovasi, akhirnya pada tanggal 14 November 1962 untuk pertama
kalinya TVRI memberanikan diri melakukan siaran langsung dari studio yang
berukuran 9x11 meter dan tanpa akustik yang memadai. Acaranya terbatas, hanya
berupa permainan piano tunggal oleh B.J. Supriadi dengan pengaruh acara Alex Leo.
Lebih setahun setelah siaran pertama, barulah keberadaan TVRI dijelaskan dengan
pembentukan Yayasan TVRI melalui Keppres No. 215/1963 tertanggal 20 oktober
1963. Antara lain disebutkan bahwa TVRI menjadi alat hubungan masyarakat (mass
communication media) dalam pembangunan mental/spiritual dan fisik daripada
Bangsa dan Negara Indonesia serta pembentukan manusia sosialis Indonesia pada
khususnya.
Sampai tahun 1989, TVRI merupakan operator tunggal di bidang penyiaran televise.
Jadi sebelum satelit palapa mengorbit, Indonesia hanya mengenal telekomunikasi
yang bersifat terestrial, yakni yang jangkauannya masih dibatasi oleh lautan.
Telekomunikasi seperti ini tidak bisa menjangkau pulau-pulau kecuali melalui
penggunaan SKKL (Saluran Komunikasi Kabel Laut) yang mahal dan sulit
dipergunakan.

b) Masa Satelit
Satelit Domestik Palapa
Gagasan tentang peluncuran satelit bagi telekomunikasi domestik di Indonesia bisa
ditelusuri asal muasalnya dari sebuah konferensi di Janewa tahun 1971 yang disebut
WARCST (World Administrative Radio Confrence on Space Telecomunication).
Pada konferensi itu di tampilkan pila pameran dari perusahaan raksasa pesawat
terbang Hughes. Perusahaan inilah yang mengusulkan ide pemanfaatan satelit bagi
kepentingan domestik Indonesia. Hal tersebut disambut oleh Suhardjono yang berlatar
belakang militer dan membawa masalah satelit itu sampai ke Presiden RI.
Selain pertimbangan kelayakan ekonomi dan teknis, sejarah peluncuran satelit ini juga
diwarnai oleh kepentingan politik dimana hubungan antara Indonesia dengan negaranegara lain sudah mulai bersahabat. Di sisi lain, satelit memungkinkan penyebaran
luas ideologi negara ke masyarakat luas melalui TV, satelit juga menguntungkan
secara ekonomi.
Komunikasi tentang cara-cara menggali sumber daya alam dapat berlangsung dengan
mudah. Ini berlaku untuk kasus tembaga pura (Freeport) dan di Dili. Peluncuran
satelit Palapa di Cape Canaveral, Florida, bulan Agustus 1976 pada panel peluncuran
terdapat 3 orang Indonesia dan perwakilan dari perusahaan NASA dan Hughes.
Kejadian ini diresmikan juga melalui pidato kenegaraan oleh presiden Soeharto di
Jakarta, tanggal 16 Agustus 1976. ini merupakan satu- satunya proyek teknologi yang
mendapat tempat terhormat di gedung Parlemen. Namun peluncuran satelit itu
merupakan kebijakan nasional yang gagasan awalnya dicetuskan oleh pemerintah.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Indonesia pernah mengalami ancaman
perpecahan. Untuk mempersatukan tanah air yang sangat luas ini diperlukan sarana
perhubungan yang mencakup seluruh wilayah nusantara. Proses kelahiran satelit ini
hanya melibatkan sedikit teknokrat dan teknolog yang berpihak pada kepentingan
Orba.

Dampak Setelah Adanya Satelit Palapa
Dengan semakin bergantungnya Indonesia pada teknologi satelit, muncullah sejumlah
perusahaan yang bergerak dalam produksi perlengkapan terkait, seperti RFC (milik
Iskandar Alisjahbana), LEN (milik Kayatmo), PT. INTI. Setelah periode itu, aspek
bisnis di dunia telekomunikasi mencuat. Inovasi lebih banyak terjadi pada penyediaan
layanan, sementara pengembangan teknologi untuk komponen berkurang.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di tahun 1988 membuat kebutuhan telekomunikasi
melonjak secara drastis. Untuk memenuhi kebutuhan telepon yang melonjak, disadari
pemerintah perlunya perubahan regulasi, yang kemudian membuahkan UU no. 3
tahun 1989 tentang pengertian telekomunikasi yang diperluas hingga mencakup alat
pengiriman data seperti facsimile dan telex, dan lain-lainnya.
Sebelum lahirnya UU ini, Telkom dan Indosat disebut sebagai badan penyelenggara
telekomunikasi yang menyediakan seluruh jejaring dan layanan jasa. Dampak positif
dari berlakunya UU tersebut adalah mulai masuknya pihak-pihak swasta dengan
modal yang besar, walaupun dalam skala usaha yang terbatas.
Mereka datang dengan membawa teknologi baru, tenaga ahli, manajemen yang baru.
Ini semua kemudian menciptakan iklim usaha yang baru dalam penyelenggaraan
telekomunikasi di Indonesia. Dengan terlibatnya pihak asing dalam pengadaan dana,
teknologi dan menejemen, perkembangan teknologi telekomunikasi berkembang
dengan pesat. Hal ini terjadi sekitar tahun 1990-an dan dampaknya terlihat mulai
tahun 1991 khususnya terlihat jelas bahwa jangkauan telekomunikasi di Indonesia
menjadi bertambah luas.
Perkembangan teknologipun berkembang pesat, mulai dari pesawat telepon manual ke
otomatis, dan dari analog menjadi digital. Pada gilirannya perkembangan ini menuntut
adanya pengaturan infrastruktur dan standarisasi peralatan. Tak lama kemudian
masuklah teknologi mobile-telecommunication.
Berkembanglah pemakaian handphone yang bardampak tumbuhnya usaha-usaha yang
tidak hanya menyediakan layanan atau jejaring saja, melainkan juga membangun
pabrik-pabrik dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan kabel. Menarik untuk dicatat
bahwa di era serbuan bisnis telekomunikasi itu, ternyata kaidah dan aturan bisnis
professional tidak sepenuhnya diikuti.
Sementara itu faktor politik tampaknya justru mengambil peranan penting. Kala itu
terjadi campur tangan bisnis dari “Keluarga Cendana” yang mengambil peranan
sebagai mitra bisnis PT Telkom dan Indosat yang kemudian diikuti oleh krono-kroni
mereka seperti Liem Sio Liong melalui “Sinar Mas”- nya dan lain-lain. Di era emas
telekomunikasi itu, tumbuh dorongan kuat agar Bank Indonesia membuka pintunya
lebar-lebar bagi pihak swasta asing.
Bahkan mereka menginginkan adanya privatisasi Telkom dan Indosat dalam
penyelenggaraannya. Dampak dari dorongan ini mencuatnya pandangan bahwa
regulasi yang ada sudah tidak memadai lagi. Di sekitar tahun 1996, mulailah disusun
rencana untuk meninjau kembali UU No. 3 tahun 1989.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam review ini adalah :
1. Perkembangan teknologi tahun 1995-1996 itu berbeda sekali dengan di tahun
1990. ini terutama terjadi akibat konvergensi teknologi, sebagai fungsi dari
berbagai jenis jasa berubah dan timbul jasa-jasa baru yang perlu
diakomodasikan. Konvergensi teknologi bahkan memungkinkan teknologi
dipadu dengan broadcasting, sehingga timbullah telematika, teleinformatika,
teknologi informasi dan lain-lain yang menuntut kebijakan dan peraturan yang
baru.
2. Perkembangan teknologi informasi dan broadcasting itu ternyata tidak hanya
berpengaruh pada masalah politik, dalam artian berita, tetapi juga iklan yang
sangat berpengaruh dalam dunia bisnis. Lebih jauh lagi dengan
berkembangannya telebanking, telekumunikasi sebelumnya dilihat hanya
sebagai public utility, kini berubah menjad bisnis opportunity.
3. Globalisasi ekonomi menciptakan suasana kompetisi yang semakin ketat. Ini
menuntut penyelenggaraan telekomunikasi dengan kualitas layanan yang
semakin tinggi. Setelah satelit Palapa mengorbit, jangkauan telekomunikasi
Indonesia bisa meliputi seluruh nusantara, dan bahkan ke luar wilayah
nusantara. Satelit telekomunikas itu kemudian bisa dimanfaatkan bukan untuk
telepon tetapi juga untuk berbagai macam keperluan lain seperti, pengiriman
facsimile, telex, dan pengiriman berbagai informasi dalam bentuk lain
termasuk broadcasting. Setelah perkembangan itu semua terwujud, masyarakat
melihat pentingnya peranan telekomunikasi bagi kehidupan suatu bangsa.

NUSANTARA 21
Perkembangan satelit dipacu lebih lanjut dengan diresmikannya “Nusantara 21” (N21)
oleh presiden RI pada tanggal 27 Desember 1996. Menggelindingnya N21 menjadi
masukan utama untuk pembentukan Tim koordinasi Telematika Indonesia (TKTI)
melalui Kepres No. 30 tahun 1997. Tugas TKTI menurut Inpres No.6 tahun 2001
tentang pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia adalah :
1. Mengkoordinasikan perencanaan dan memelopori program aksi dan inisiatif
untuk meningkatkan perkembangan dan pendayagunaan teknologi telematika
Indonesia serta memfasilitasi dan memantau pelaksanaannya,
2. Memperkuat kemampuan menggalang sumber daya yang ada di Indonesia
guna mendukung keberhasilan pelaksanaan semua arah pengembangan dan
pendayagunaan teknologi telematika, melaksanakan forum untuk membangun
consensus antar pihak-pihak terkait di sector pemerintah dan swasta, serta
akses mengakses pengalaman internasional dalam mengembangkan sistem
infrastruktur infomasi nasional.
Tim ini diketuai oleh Menko Produksi Industri Strategis (Ginanjar Kartasasmita),
wakil ketua Menparpostel, beranggotakan tujuh menteri departemen (Menkeu,
Menhankam, Menpen, Mendagri, Menperindag, Menaker, dan Mendikbud) serta lima
menteri negara (Mensesneg, Menristek, MenPAN, Menivest, Men-PPN).
Visi N21 adalah menyediakan wahana berbasis teknologi telekomunikasi dan
informatika nasional di dalam proses transformasi bangsa Indonesia dari masyarakat
tradisional (traditional society) menjadi sebuah masyarakat yang berwawasan IPTEK
dan berbasis pengetahuan (knowledge based society).
Konsep N21 merupakan jawaban atas tantangan globalisasi komunikasi dan informasi
berupa jaringan komunikasi terpadu. N21 menggunakan kerangka pendekatan, antara
lain, (a) Memanfaatkan semua teknologi yang dapat mendukung pembangunan di
semua sektor; dan (b) membentuk suatu jaringan maya informasi atau adi marga
informasi (virtual information network atau anformation superhighway) yang
menghubungkan seluruh pelosok tanah air.
Dengan dikembangkannya N21 maka pada tahun 2000 atau memasuki abad 21
seluruh kecamatan di Indonesia akan mempunyai akses ke semua teknologi
komunikasi dan computer (K-2) dalam suatu jaringan terpadu yang didukung oleh 11
sistem satelit komunikasi. Sekarang ini baru ada tiga sistem satelit yang beroperasi,
yaitu PSN dengan Palapa 1. telkom dengan Palapa B4 dan B 2R, dan satelindo dengan
Palapa C 1 dan C 2. Pengembangan infrastruktur fiik mengandung tiga kemungkinan
penggunaan, yaitu : (1) Adiguna Marga Kepulauan (Archipelagic Super Highway),
(2) Kota Multimedia (Multimedia Cities); dan (3) Nusantara Multimedia Community
Acces Centers ( Pusat Akses Masyarakat Multimedia Nusantara).
Tim Koordinasi Telematika Nasional secara paripurna merumuskan cetk biru
pengembangan telematika yang mencakup tiga kelompok utama, yaitu infastruktur,
aplikasi, dan sumber daya.

Infrastruktur
Menurut Jonathan L.Parapak (Presiden komisaris PT.Indosat) dalam
http://www.bogor.net, perkembangan infrastruktur ini dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain kebijakan nasional sector telekomunikasi, regulasi sector, kondisi ekonomi
makro, kemampuan para pelaku nasional. Pada tatanan kebijakan patut dicatat
beberapa kemajuan yang sangat penting, antara lain diundangkannya UU tentang
Telekomunikasi no. 36 tahun 1999 dan dikeluarkannya cetak biru kebijaksanaan
tentang telekomunikasi di Indonesia tanggal 20 Juli 1999.
Pada tatanan regulasi telah dicapai beberapa perkembangan penting antara lain
dimungkinkannya pern swasta dan masyarakat yang semakin tinggi dalam
pengembangan regulasi yang telah terwujud dalam penetapan tariff dan interkoneksi
standard, dan lain-lain. Pada tatanan penyelenggaraan kondisi monopoli dan duopoli
yang masih menghambat peran swasta dan masyarakat lebih besar, keadaan ekonomi
yang baru tumbuh sangat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Dalam kondisi ini, kelihatannya sasaran pembangunan infrastuktur baik adimarga
informasi, multimedia city akan mengalami penundaan. Namun demikian perlu
dicatat bahwa PT.Telkom telah berupaya membangun lingkar-lingkar adimarga
kepulauan dan infrastruktur multimedia di Jakarta. Infrastruktur informasi telah maju
selangkah dengan beroperasinya satelit Telkom 1.

Salah satu aspek yang penting adalah pemanfaatan secara optimal infrastruktur yang
ada. Tampaknya perlu dikembangkan kebijaksanaan baik pada tingkat pemerintah
maupun pada tingkat penyelenggaraan agar investasi yang telah dilakukan dapat
termanfaatkan dengan berdaya guna dan berhasil guna bagi berbagai komponen
masyarakat, baik pendidikan, layanan kesehatan, pemerintahan maupun kegiatan
bisnis.

Aplikasi Telematika

Aplikasi telematika Indonesia terfokus pada pemberdayaan aparatur negara,
pemerkayaan hidup masyarakat (telemedik, telekarya, pendidikan), penciptaan daya
saing bisnis (perbankan,pos,pariwisata,manfaktur), pembangunan informasi dasar dan
aplikasi telematika perlu dilihat dari tatanan kebijakan, regulasi, dan penyelenggaraan
yang di manfaatkan masyarakat.

Dari sudut pandang kebijakan tampaknya belum terasa perkembangan yang menonjol.
Isu kelembagaan masih banyak diperbincangkan, UU yang terkait dengan atau
tentang telematika (cyber law) masih jauh dari harapan. Beberapa aspek regulasi yang
mendesak, misalnya pengaturan secure transaction, public ke infrastructure
registration authority, electronic payment, certification authority masih belum
dilaksanakan.
Namun, perhatian pada perlindungan hak kekayaan intelektual semakin tinggi dan
upaya untuk memantapkan regulasi semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Di lapangan dapat dicatat perkembangan yang menggembirakan dengan semakin
meluasnya homepage, berkembangnya aplikasi seperti E-commerce, E-Banking, EBrokerage, dan lain-lain.
Sektor pemerintah nampaknya berkembang lamban karena kendala keuangan dan
sumber daya manusia. Beberapa kelompok usaha seperti PT. Telkom, Indosat, Lippo
e nett, nampaknya semakin giat untuk mengejar ketertinggalan masyarakat kita di
bidang aplikasi. Aplikasi seperti E-government, tele-education, telemedicine masih
dalam taraf mula yang perlu di dorong berbagai pihak.

Sumber Daya Telematika



Dalam bidang sumber daya , diarahkan pada pengembangan SDM, industri dalam
negeri, hukum dan perdagangan, serta kultur informasi. Secara umum dirasakan
bahwa SDM di dalam negeri belum memenuhi harapan untuk berperan dalam
pengembangan teknologi yang berubah begitu cepat.
Namun demikian, cukup banyak pula SDM Indonesia di bidang telematika yang
bekerja di luar negeri termasuk di sentra-sentra keunggulan. Usaha berbagai pihak
khusunya sector swasta, nampaknya cukup menggembirakan antara lain
dikembangkannya cyber campus seperti ITB, UPH, dan lain-lain. Yang sangat
memprihatinkan adalah pengembangan industri dalam negeri.
Walaupun berbagi konsep telah cukup lama di bicarakan seperti Hightech Park di
Bandung, Serpong dan lain-lain sampai saat ini belum mencapai kemajuan berarti.
Oleh karena itu perlu dikembangkan kebijaksanaan nasional untuk mendorong
berkembangnya industri dalam negeri di bidang telematika antara lain sistem insentif.
Dalam mempromosikan visi N21, inisiasi perlu datang dari pemerintah. Namun secara
bertahap dan interaktif, visi ini perlu mengakomodasi kebutuhan yang khas dari
berbagai kelompok masyarakat maupun departemen. Untuk itu keterlibatan berbagai
kelompokmasyarakat dalam merumuskan dan mewujudkan program-program
telematika perlu ditumbuhkembangkan secara berangsur-angsur.

Hal ini pada gilirannya akan membatasi peranan pemerintah, khususnya dalam hal
pengadaan dan pengelolaan kandungan informasi. Control informasi dari pemerintah
justru dipandang sebagai faktor penghambat bagi upaya penyejahteraan masyarakat
melalui jejaring telekomunikasi.

Contoh Penerapan Telematika yang menajadi Trend :
1. E-goverment E-goverment dihadirkan dengan maksud untuk administrasi pemerintahan secara elektronik.
2. E-commerce Semua proses transaksi perdagangan dilakukan secara elektronik.
3. E-learning Pendidikan terbuka dengan modus belajar jarah jauh (distance lesrning) dengan media internet berbasis web atau situs.

Peran Telematika
Berdasarkan perkembangan telematika tersebut diatas, telematika di Indonesia
memiliki tiga peran pokok, antara lain :
1. Mengoptimalkan proses pembangunan. Telematika memberikan dukungan
terhadap manajemen dan pelayanan kepada masyarakat berupa sarana
telekomunikasi yang memuahkan masyarakat saling berinteraksi tanpa
terhalang jarak. Dengan telematika, proses komunikasi menjadi mudah
sehingga mudah pula untuk menyebarkan informasi dari satu daerah ke daerah
lain.

2. Meningkatkan Pendapatan. Produk dan jasa teknologi telematika merupakan
komoditas yang memberikan peningkatan pendapatan bagi perseorangan,
dunia usaha bahkan negara dalam bentuk devisa hasil ekspor jasa dan produk
industry telematika.

3. Pemersatu bangsa. Teknologi telematika mampu menyatukan bangsa melalui
pengembangan sistem informasi yang menghubungkan semua institusi dan
area dengan cepat tanpa terhalang jarak daerah masing-masing.

Manfaat Telematika:
§  Memberikan Informasi yang terupdate sekarang ini
§  Memudahkan dalam berbagai Informasi dengan cepat sesuai perkembangan jaman
§  Berkomunikasi jarak jauh
§  Mendapatkan Informasi dan pembelajaran tentang apa yang kita mau
§  Penghematan biaya dan transportasi

KESIMPULAN
Bangsa Indonesia berusaha untuk tidak tertinggal dengan bangsa lain menyangkut
telematika. Dengan dirintis oleh beberapa orang yang berdedikasi pada dunia akademisi,
pengenalan dunia telematika mulai dilakukan seiring berkembangnya situasi politik dan
ekonomi. Dukungan politik pemerintah dengan berbagai kebijakannya, lebih menggairahkan
telematika di Indonesia, dan tentunya industri, serta pengaruh luar negeri mengambil peranan
penting disamping ketertarikan masyarakat yang membutuhkannya.
Perkembangan telematika di Indonesia mengalami peningkatan, sejalan dengan
inovasi teknologi yang terjadi. Prospek ke masa depan, telematika di Indonesia memiliki
potensi yang tinggi, baik itu untuk kemajuan bangsa, maupun pemberdayaan sumber daya
manusianya.

Referensi
http://robby.c.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/45621/sejarah-telematika.pdf
http://documents.tips/documents/01-makalah-telematika.html#
https://robyyuliardi.wordpress.com/2015/10/06/perkembangan-telematika-dalam-teknologi-informasi-pemanfaatan-serta-trend-kedepan-perkembangan-telematika/