Senin, 22 Desember 2014

TULISAN TOU1 (Minggu ke-4)

Review Film Doraemon (Stand By Me)



Film yang lagi ngeHitz di bulan Desember ini. Sampai-sampai di bioskop Blitzmegaplex seindonesia menghabiskan beberapa studio hanya untuk film ini. Benar saja karena film ini untuk semua umur jadi banyak keluarga, maupun anak-anak sekolah, serta orang dewasa menonton ini berombongan.

Film ini dimulai dengan kedatangan Doraemon dan buyut Nobita, Sewashi, yang berasal dari abad 22, demi mengubah masa depan Nobita yang dipenuhi dengan masalah, salah satunya adalah pernikahan Nobita dengan Jaiko (adik Gian). Untuk itu, Sewashi memaksa Doraemon untuk membantu Nobita,  dengan menyetel alat yang mencegah Doraemon kembali ke masa depan, sebelum memenuhi persyaratannya, yaitu membuat Nobita bahagia. Akan tetapi, pada saat Nobita telah menjadi bahagia, apabila Doraemon ingin tinggal di jaman itu, dia tetap akan dipaksa untuk kembali ke masa depan.
Doraemon akhirnya tinggal di rumah Nobita, dan mulai membantu Nobita dengan berbagai macam alat-alat dari kantong ajaibnya, sampai akhirnya Nobita merasa bahagia. Tetapi, setelah Nobita bahagia, apakah Doraemon, yang telah menemani Nobita setiap harinya, bisa meninggalkan Nobita?
Cerita di film ini sendiri, merupakan bagian-bagian dari cerita versi manga, yang dikemas ulang dan disesuaikan di beberapa tempat, sehingga menjadi satu kesatuan yang bisa dipastikan akan membuat para penonton terharu pada saat menontonnya.
Inti dari film Doraemon kali ini adalah tentang persahabatan antara Doraemon yang senantiasa menolong Nobita, yang bodoh, lemah, cengeng, penakut dan tidak memiliki satupun keunggulan, terutama apabila dibandingkan dengan Dekisugi, tetapi pada akhirnya Nobita yang seperti itupun mampu berusaha dengan kemampuannya sendiri, untuk meraih kebahagiaannya.

Nobita mengajarkan pada kita, seperti apapun diri kita, sejelek apapun diri kita, asalkan ada kemauan dan tekad, semuanya bisa dicapai. Terutama, pada saat ia tidak ingin membuat Doraemon yang akan pulang ke masa depan khawatir akan dirinya, ia sampai nekat menantang Gian untuk berkelahi, meski dari awal ia mengetahui bahwa ia akan sulit menang, tetapi pada akhirnya ia berhasil membuat Gian menyerah.

TUGAS TOU1 (Minggu ke-4)

Hambatan-Hambatan Komunikasi dalam Organisasi


  1. Hambatan Komunikasi dalam Organisasi
Salah satu karakteristik komunikasi antarmanusia menegaskan, bahwa tindak
komunikasi akan mempunyai efek yang tidak dikehendaki. Pernyataan ini bermakna,
bahwa apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan pada orang lain, tidak selalu
diinterpretasikan sama dengan yang kita kehendaki. Kenyataan ini dapat terjadi dalam
setiap konteks komunikasi termasuk dalam konteks komunikasi organisasi. Berikut ini
diuraikan beberapa hambatan komunikasi dalam organisasi. Menurut Muhammad (1995),
hambatan komunikasi disebabkan karena terjadinya distorsi komunikasi, yaitu
kekurangan ketepatan atau perbedaan arti antara yang dimaksudkan oleh si pengirim
dengan arti yang diinterpretasikan oleh si penerima.
Dalam komunikasi organisasi terdapat dua faktor utama yang menyebabkan
terjadinya hambatan komunikasi, yaitu faktor personal dan faktor organisasi
(Muhammad, 1995):

A. Faktor Personal

Faktor personal biasanya berasal dari konsep kita mengenai komunikasi sebagai
tingkah laku dan proses untuk memperlihatkan arti yang ditentukan. Suatu tingkah laku
komunikasi mengaktifkan alat-alat indera kita seperti penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap dan perasa. Pada suatu saat, kita dibombardir oleh bermacammacam
keterbatasan dalam proses komunikasi baik yang datang dari luar maupun yang
datang dalam diri kita sendiri. Faktor utama yang memberikan kontribusi pada hambatan
komunikasi adalah persepsi kita mengenai pemberian komunikasi tersebut. Persepsi
adalah proses pengamatan, pemilihan, pengorganisasian stimulus yang sedang diamati
dan membuat interpretasi mengenai pengamatan itu. Dengan demikian, persepsi
berkenaan dengan penerimaan dan penginterpretasian informasi.
Hal-hal yang berkenaan dengan persepsi yang ikut mempengaruhi proses
komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Orang Mengamati Sesuatu Secara Seleksi.

Seleksi maksudnya adalah memusatkan perhatian pada beberapa stimulus dan
mengabaikan stimulus yang lain. Dalam kenyataannya bila kita memusatkan pengamatan
pada satu aspek dari satu situasi, kita harus mengabaikan aspek lain. Misalnya kita
melihat ke luar jendela dan memusatkan perhatian pada kejadian di jalan raya, maka pada
waktu itu kita kurang melihat apa yang terjadi dekat kita. Oleh karena ada kecenderungan
manusia untuk menyeleksi pesan, menjadikan pesan yang seharusnya sampai pada
seseorang tetapi tidak diterimanya. Hal ini tentu juga terjadi dalam organisasi. Misalnya
seorang karyawan kalau sedang asyik memikirkan masalah keluarganya sambil bekerja,
mungkin tidak akan mendengarkan bila temannya mengatakan agar menemui kepala
bagiannya. Hal ini akan menghalangi penerimaan pesan dalam organisasi.

2. Orang Melihat Sesuatu Konsisten dengan Apa yang Mereka Percayai

Persepsi kita mengenai sesuatu, dipengaruhi oleh cara kita bicara tentang orang,
benda-benda dan kejadian-kejadian. Apa yang kita percaya dapat mengubah persepsi kita,
misalnya bila kita percaya bahwa orang itu sangat pintar dan cerdas, kita akan cenderung
melihat tingkah lakunya konsisten dengan kepercayaan kita tersebut.

3. Bahasa itu Sendiri Kadang-kadang Kurang Tepat

Dalam komunikasi, bahasa digunakan untuk menyatakan persepsi. Namun demikian
kadang-kadang bahasa tidak dapat memberikan secara tepat apa yang seseorang
maksudkan. Ketidaktepatan itu disebabkan karena kata-kata bukanlah hal yang
menunjukkan keadaan sebenarnya, misalnya kata pimpinan belum tentu menunjukkan
pimpinan pribadi, kata pohon bisa saja bukan objek pohon. Sesungguhnya bahasa yang
tepat, dapat menunjukkan orang atau benda sebagaimana keadaan yang sesungguhnya.

4. Arti Sebuah Pesan Terjadi pada Level Isi dan Relasi

Suatu pesan berisi bahasa verbal dan nonverbal. Apa yang orang katakan dan
bagaimana orang bertingkah laku, berkombinasi untuk mempertunjukkan pesan yang
dimaksudkan. Tiap pesan dapat dianalisis menurut isi atau tanda dan menurut level relasi atau interpretasi. Hambatan komunikasi diakibatkan kegagalan mengenal informasi dan
relasi serta membedakannya dari isi dan interpretasi.

5. Tidak Adanya Konsistensi Bahasa Verbal dan Nonverbal

Dalam kenyataan sehari-hari, sering dijumpai tidak ada konsistensi antara pesan
verbal dan nonverbal, misalnya pesan verbal mengatakan ya tetapi dalam pesan
nonverbal dapat disimpulkan tidak. Bila hal semacam ini terjadi, orang cenderung
percaya pada pesan nonverbal. Pesan mungkin salah dimengerti, terganggu atau kurang
tepat jika tingkah laku nonverbal gagal mendukung apa yang dikatakan pesan verbal.

6. Pesan yang Meragukan Sering Mengarahkan pada Gangguan

Keraguan dapat diartikan sebagai tingkat ketidakpastian berhubungan dengan
informasi atau tindakan. Jika suatu pernyataan seseorang meragukan, itu berarti kita tidak
pasti apa yang dikatakan orang tersebut. Ada beberapa tipe keraguan diantaranya
keraguan arti pesan, maksud pesan dan keraguan efek pesan.
Keraguan arti pesan berkenaan dengan ketidakpastian perkiraan apa arti pesan
sesungguhnya. Makin besar keraguan arti makin sulit pesan itu dipahami. Keraguan
maksud pesan berkenaan dengan ketidakpastian menentukan mengapa pengirim pesan
menyatakan atau menulis pesan tertentu dan kondisi tertentu. Tingkat ketidakpastian
dapat menggambarkan mengapa orang berkomunikasi dengan mereka. Keraguan efek,
berkenaan dengan ketidakpastian memprediksi atau memperkirakan konsekuensi yang
mungkin dari suatu pesan.
Seseorang mungkin gagal memahami suatu pesan atau mendapat gangguan dalam
mengartikannya karena tidak sanggup menentukan apa arti yang dimaksudkan oleh si
pengirim, mengapa pesan itu dikirimkan dan apa konsekuensi dari pemahaman pesan
tersebut.

7. Kecenderungan Memori ke Arah Penajaman dan Penyamarataan Detail

 Orang mempunyai beberapa pola sistem memori yang mengarah pada hambatan
komunikasi verbal. Beberapa kajian menemukan bahwa individu yang mempunyai pola
memori penyamarataan, mempunyai lebih sedikit memori kejadian atau cerita dan cenderung memperlihatkan kehilangan dan memodifikasi keseluruhan struktur dari cerita,
daripada orang yang mempunyai pola memori penajaman. Orang yang suka
menyamaratakan, kebanyakan kehilangan tema, kehilangan cerita secara menyeluruh dan
memperhatikan penambahan pesan yang bersifat bagian-bagian daripada orang yang
tajam memorinya.

B. Faktor Organisasi

Ada beberapa hal dalam lingkungan organisasi yang ikut memberikan kontribusi
terhadap adanya hambatan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kedudukan atau Posisi dalam Organisasi

Kedudukan atau posisi dalam organisasi mempengaruhi cara orang berkomunikasi.
Anggota-anggota fungsional organisasi yang menduduki posisi dengan tugas dan otoritas
yang ditetapkan untuk itu akan mempunyai pandangan dan sistem nilai yang berbeda
dengan orang lain yang mempunyai kedudukan yang berbeda Tiap-tiap posisi dalam
organisasi menuntut bahwa orang yang menduduki posisi itu, harus mempersepsi dan
berkomunikasi dari pandangan posisinya.

2. Hierarkhi dalam Organisasi

Susunan posisi dalam bentuk hierarkhi menggambarkan bahwa ada orang yang
menduduki posisi superior dan yang lainnya bawahan. Hirarkhi hubungan atasan dan
bawahan ini mempengaruhi cara seseorang berkomunikasi. Diantara mereka terdapat
perbedaan dalam persepsi status. Orang yang menduduki tempat yang lebih tinggi
mempunyai kontrol yang lebih banyak daripada orang yang ditempatkan pada bagian
bawah. Informasi mungkin terganggu ke atas karena bawahan harus hati-hati untuk
membicarakan sesuatu yang menarik bagi atasannya untuk didengar dan menghindarkan
topik atau cara penyampaian yang sensitif terhadap atasannya.

3. Keterbatasan Berkomunikasi

Keterbatasan yang ditentukan oleh organisasi yaitu seseorang boleh
berkomunikasi dengan yang lain dan ketentuan siapa yang boleh membuat keputusan,
mempengaruhi cara anggota organisasi berkomunikasi.

4. Hubungan yang Tidak Personal

Hubungan yang tidak personal dalam organisasi mempengaruhi cara orang
berkomunikasi. Salah satu dari karakteristik organisasi formal adalah hubungan yang
bersifat formal dan tidak personal. Hubungan-hubungan yang tidak bersifat personal ini
mengarah kepada tekanan-tekanan yang bersifat emosional. Organisasi terdiri dari
individu yang tidak dapat mengkomunikasikan perasaan mereka. Disinilah persoalannya,
siapakah yang mengatur pemecahan masalah mereka ?.

5. Sistem Aturan dan Kebijaksanaan

Sistem aturan, kebijaksanaan dan aturan-aturan yang berkenaan dengan pemikiran,
dan perbuatan, mempengaruhi cara-cara orang berkomunikasi. Pemakaian aturan dan
kebijaksanaan yang kaku mengarahkan ketidakmampuan membuat persetujuan dan
mengarahkan pada hubungan yang tidak personal dan kurangnya komunikasi yang
bersifat emosional.

6. Spesialisasi Tugas

 Spesialisasi tugas mempersempit persepsi seseorang dan mempengaruhi cara orang
berkomunikasi. Individu mengenali bidang keahlian mereka masing-masing dan gagal
mengintegrasikan tugasnya dengan bagian lain. Akibatnya seringkali terjadi penundaan
arus komunikasi atau mengelakkan menyampaikan informasi dari orang ke orang lain.
Akibat lain dari spesialisasi tugas adalah timbulnya sikap untuk pemilikan informasi.
Sikap ini tidak mendukung kerja kelompok yang efisien.7. Ketidakpedulian Pimpinan
Ketidakpedulian pimpinan organisasi juga merupakan penghambat dalam proses
komunikasi. Ada beberapa hal yang memberikan sumbangan terhadap sikap tidak peduli
itu:
a. Pimpinan sering gagal mengirim pesan yang dibutuhkan karyawan karena mereka
mengira orang telah mengetahuinya, sehingga pimpinan itu malas, menangguhkan
atau cenderung menahan informasi.
b. Keasyikan mungkin terjadi, karena pimpinan terlalu berpusat pada dirinya sehingga
mereka tidak mendengar orang lain secara efektif atau bersikap tidak mempedulikan
orang lain.

8. Prestise

Prestise datang dari bermacam-macam bentuk seperti besarnya kantor atau ruang
kerja, kemewahan perabotan kantor dan mobil kantor. Apapun bentuknya prestise itu
merupakan penghambat komunikasi diantara orang yang berbeda levelnya dalam
organisasi. Prestise menjadikan komunikasi antara orang yang memiliki prestise tinggi
dengan yang rendah menjadi tidak lancar atau bebas.

9. Jaringan Komunikasi

Hambatan lain juga dapat disebabkan oleh banyaknya tingkatan atau mata rantai
yang harus dilalui oleh suatu pesan. Pesan yang dikirimkan secara seri atau berantai
banyak cenderung diubah oleh si penerima sebelum dilanjutkan pengirimannya. Menurut
Lewis (1987) hanya kira-kira 30% pesan yang dikirim secara berantai, sesuai dengan
aslinya. Makin banyak mata rantai yang dilalui oleh pesan, makin memungkinkan pesan
tersebut akan salah diartikan.


DAFTAR PUSTAKA

Goldhaber, Geral M. 1986. Organizational Communication. Brown Pulisher. Iowa Wm.
Lewis, Philip V. 1987. Organizational Communication: The Essence of Effective
Management. John Willey. New York.
Muhammad, Arni. 1995. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara. Jakarta.
Pace, R Wayne dan Faules, Don. 1989. Organizational Communication. Prentice Hall.

New Jersey.

Sabtu, 08 November 2014

Tulisan TOU1 (Minggu ke-3)

Nasi Goreng Special



Bahan
1.      Nasi putih
2.      Kecap
3.      Cabe  merah 3 buah
4.      Bawang merah 3 siung
5.      Bawang putih 1 siung
6.      Sawi hijau
7.      Sosis
8.      Bakso
9.      Telor 1 butir
10.  Wortel
11.  Daun bawang
12.  Garam


Cara Memasak
1.      Pertama-tama kita siapkan sepiring nasi
2.      Lalu ulek sampai halus 3siung bawang merah, 1 siung bawang putih, 3 buah cabe merah, dan garam secukupnya.
3.      Juga Iris-iris bakso secukupnya.
4.      Tumis bumbu ulek tersebut sampai wanginya tercium, lalu masukkan irisan baksonya.
5.      Kemudian masukkan nasinya dan aduk hingga bumbunya merata dan menyerap.
6.      Setelah itu, tuangkan kecap hingga warnanya agak kecoklatan.
7.      Masukkan sawi hijau dan daun bawang yang telah di iris.
8.      Nasi goreng siap diangkat.
9.      Untuk pelengkapnya kita ceplok 1 butir telur, dan goreng 1 buah sosis dibentuk seperti bunga.
10.  Siapkan wortel dan bentuk seperti bunga juga.
11.  Terakhir, letakkan nasi gorengnya ke sebuah piring kemudian atasnya diberi telor, sosis, dan wortel yang diletakkan dengan cantik.

12.  Nasi goreng special siap di hidangkan.

Jumat, 07 November 2014

Tugas TOU1 (Minggu ke-3)

Pengertian Konflik
Konflik organisasi (Organizational conflik) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan- kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik organisasi juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain.

Jenis-jenis konflik 
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
·         Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
·         Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
·         Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
·         Konflik antar atau tidak antar agama
·         Konflik antar politik.
·         konflik individu dengan kelompok

Sumber Konflik / Penyebab Konflik
·         Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
·         Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
·         Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
·         Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Strategi Penyelesaian konflik
Teknik-Teknik Utama Untuk Memecahkan Konflik Organisasi

Ada beberapa cara untuk menangani konflik yaitu :
1. Introspeksi diri,

2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat,

3. Identifikasi sumber konflik,

Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :

a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi
tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.

c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri
agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga
sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.

Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang utama di sini yaitu :

d. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama.
Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).

e. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.
Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
Motivasi
Kata motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat.
pengertian motivasi menurut beberapa para ahli yaitu:
  • Menurut Mitchell motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.
  • Gray lebih suka menyebut pengertian motivasi sebagai sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu.
  • T. Hani Handoko mengemukakan bahwa motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

Teori-teori Motivasi
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”

3.  Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain.
4. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi- strategi dan rencana-rencana kegiatan

5. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

6. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu

Referensi
Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 1987

Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.

Motivasi dalam Organisasi.doc