Minggu, 24 Juli 2011

VON WILLEBRAND~Ghyta Maharani

Mimisan bagi Ghyta Maharani sungguh menyiramkan trauma. Berulang kali terjadi, darah mengucur dari lubang hidung tak berhenti beberapa hari. Padahal, bagi kebanyakan orang, dengan sumbatan kapas atau bisa juga daun sirih, darah pun mampet dalam hitungan menit. “Kalau ada orang bilang menangis darah, dia benar-benar mengalaminya,” kata Onny, ibunda Gita, di rumahnya di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, pekan lalu. Saat ditemui Tempo, Gita duduk diapit ibunya dan Muhammad al-Amin, ayahnya.
Keluarnya darah dari pelupuk mata Gita terjadi pada awal ia masuk sekolah menengah pertama, empat tahun lalu. Saat itu, dua lubang hidung Gita sudah ditutup dengan tampon kapas dan diperban. Tapi darah dari hidungnya mencari jalan keluar lain. Gita pun dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. “Itu pengalaman yang paling susah aku lupakan,” kata Gita, kini 16 tahun.

Perdarahan ekstra juga terjadi saat Gita mengalami haid pertama pada usia 13 tahun, dan pada tiga kali haid berikutnya. Banjir darah yang bergumpal-gumpal lebih dari sepekan terus terjadi hingga Gita harus dirawat di rumah sakit. Bahkan ia sempat mengalami koma lantaran haid ini. Derita Gita baru berhenti setelah dokter memasukkan cairan pembeku darah (cryo) ke tubuhnya.
“Berdasarkan hasil laboratorium, dokter mendiagnosis Gita menderita penyakit Von Willebrand,” kata Al-Amin. Penyakit ini terjadi, menurut Profesor Djajadiman Gatot, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Hemofilia RSCM, jika seseorang kekurangan protein di dalam darah yang lazim disebut faktor Von Willebrandnama dokter asal Finlandia (Erik von Willebrand) yang mengurai masalah ini pada 1925.
Dunia medis menyebut Von Willebrand sebagai penyakit keturunan, meski dalam sejumlah kasus, dugaan itu tak selalu benar. Gita misalnya. Onny dan Al-Amin mengaku tak mengidap penyakit itu.
Federasi Hemofilia Dunia menyebut prevalensi Von Willebrand adalah 1 per 1.000. Lantaran gejalanya sangat ringan, banyak orang tidak tahu bawa dirinya mengidap penyakit ini. Von Willebrand lebih banyak menyerang wanita daripada pria.
Lantaran kasusnya terhitung berat, tiap kali Gita diopname, baik saat mimisan maupun haid, Al-Amin, pegawai swasta di bidang pengerahan tenaga kerja Indonesia, harus merogoh koceknya puluhan hingga ratusan juta rupiah. Untuk mencegah agar gadis hitam manis itu tak mengalami haid yang tak kunjung rampung, dokter menyuntikkan hormon leuprorelin acetate. Kini, meski hormon itu sudah berhenti disuntikkan, kata Gita, siswa kelas I SMA Negeri 71 Jakarta, “Aku tak haid lagi.”
Sebagai pengidap Von Willebrand, Gita sejak kecil juga gampang mengalami lebam dan bengkak jika tubuhnya terbentur sesuatu. Kalau dia terlalu lelah, pembengkakan dan nyeri di persendian, seperti di siku atau lutut, juga acap muncul. Agar penderitaannya tak makin hebat, ia cepat-cepat meminum obat asam traneksamat dan mengompres sendinya dengan es (icepack). Setelah nyeri dan bengkaknya hilang, Gita pun bisa beraktivitas lagi. Di sekolah, semua pelajaran dia ikuti, kecuali olahraga.
Menurut Onny, sejak SMA, Gita tak lagi mimisan, sedangkan haidnya belum juga muncul. Ia berharap kondisi anaknya itu makin kuat. Sebab, jika Gita harus diopname lagi, biayanya lumayan besar, apalagi tanpa bantuan sepeser pun dari pemerintah. “Kami berharap pemerintah bisa membantu atau malah membebaskan biaya bagi penderita Von Willebrand dan hemofilia,” kata Onny.
Sumber: Tempo

foto keadaan dia yang terakhir saat dia koma selama 5 hari
caption












begitu tersentuh melihat perjuangan dan keadaan dia untuk menjalani penyakit ini.
akhirnya berakhir lah penderitaan dia.
walaupun aku gak kenal kamu ghyta, tapi doa ku dan doa kita semua selalu menyertaimu.
semoga amal-amal Ghyta semasa hidupnya diterima di sisisi Allah dan segala kesalahannya di maafkan oleh Allah. semoga ghyta mendapatkan tempat yang layak disisi Allah.
amiiiiiiiiiiiiinnnn

selamat tinggal Ghyta

1 komentar:

  1. Innalilahi, dia masih muda tapi umur siapa yang tau. May she rest in peace :(

    BalasHapus